Sabtu, 03 Mei 2014

Ritual Memanggil Roh Padi



Oleh: Tiberias Antonius Sutatian
SINAR mentari pagi menerobos sela pepohonan, menerpa sebuah perkampungan sederhana yang berada dilereng bukit. Udara terasa dingin, tanah dan rumput masih basah lantaran hujan baru saja selesai mengguyur. Jalanan becek, dan licin membuat aku mesti ekstra hati-hati dalam melangkah.
Warga tidak dibolehkan berjalan mendahului pelaksana adat
Sunyi, seperti tidak berpenghuni, hanya kicauan burung kecil yang terdengar riuh diatas dahan pohon. Pintu-pintu rumah masih tertutup rapat, tidak ada manusia yang lalu-lalang, hanya nampak gerombolan babi peliharaan sedang sibuk mencari makan disekitar rumah.

“Ayo masuk,” sapa seorang warga bernama Pakong dengan ramah seraya tersenyum, memecah kebingunganku, ketika aku berada dihalaman rumahnya. Ia pemuda berusia 35 tahun, badannya tambun, dikenal sebagai ahli dalam pengobatan secara mistik, atau tradisional yang biasa disebut dukun. Tanpa basa-basi, kuayun kaki-ku, melangkah menuju pintu yang terbuka lebar, dan masuk sambil memberi salam. Tidak menunggu waktu lama, secangkir kopi panas dan makanan khas Dayak dihidangkan untuk menyambut kedatangan-ku bersama seorang teman.

Dibalik hening kampung itu, ada kesibukan di dalam rumah masing-masing, mempersiapkan keperluan mengikuti upacara ritual. Upacara Naek Dangeng, begitu warga setempat menyebutnya, yaitu ritual pemanggilan roh padi, yang dilakukan satu kali dalam setahun, setiap bulan Pebuari. Ritual ini digelar saat panen padi masih berlangsung, tujuannya agar roh padi tidak sasat ka’ maraga, ka’ saka, ka’ binua lain, nang anyut ka’ ai’, jantu ka’ lubakng nang katingalatn ka’ tangah uma. (sesat dijalan, dipersimpangan, didaerah lain, hanyut ke sungai, jatuh kelobang, dan yang ketinggalan ditengah ladang).

Kampung Banta’, itulah nama tempat itu. Berada diwilayah pedalaman Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak, dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan sepeda motor dari kota Kecamatan Menyuke. Berpenghuni sekitar 56 kepala keluarga. Kehidupan sehari-hari warga setempat bertani dan menderes karet pada pagi hari. Tak ada bangunan sekolah,  jika ingin mengenyam pendidikan, anak-anak mesti ke kota Kecamatan.

Persiapkan roba palantar
Jam telah menunjukan pukul 9 pagi. Beberapa orang mulai keluar dari rumah. Ada yang membawa ayam, tikar, tempat masak dan perlengkapan lainnya. Kami pun beranjak mengikuti warga menuju tempat pelaksanaan ritual yang memakan waktu sekitar 45 menit berjalan kaki. Lokasinya berada diatas bukit.

Sambil duduk disela-sela semak dibawah besar dan rimbun pepohonan, kuatur napas agar normal kembali, begitu juga dengan warga. Setelah beristirahat sejenak, sekitar seratus orang terdiri dari dewasa dan anak-anak mulai menyiapkan perlengkapan sarana ritual yang mereka bawa. Telur mentah, beras lemang, beras sunguh (beras biasa), tengkawang, sirih masak (terdiri dari: rokok daun, pinang, tembakau, kapur dan daun sirih). Tepung tawar (beras yang dicampur kunyit), beras banyu (beras yang dicampur minyak sebanyak tujuh butir yang merupakan simbol roh tujuh bersaudara, bernama Nek Baruakng Kulup, Nek Palang Palih, Nek Dara Itam, Nek Jaek, Nek Jamani, Nek Setiawan, Nek Kasimak), serta satu uang logam sebagai penyemangat “pangkaras”.

Beras lemang dan beras biasa masing-masing satu piring, lalu ditumpuk, beras lemang berada diatas beserta dengan peralatan lainnya. Perangkat ritual ini disebut roba palantar,” ungkap Pakong, yang bertugas sebagai imam atau pembaca mantera, yang dalam bahasa Dayak Kanayatn disebut panyangahatn.Alat peraga ritual harus lengkap, tidak boleh ada yang kurang. Sebelum ritual dimulai, terlebih dahulu kami melihat untuk memastikan, karena ini upacara sakral,” tambah dia.

Gong pun dibunyikan sebanyak tujuh kali. Tanda memanggil tujuh roh padi bersaudara, agar tidak layo, sasat, tidur (tidak pergi dari tempatnya, tersesat, dan tertidur). Tiga orang yang bertugas sebagai imam mulai komat-kamit membacakan mantera yang sama secara serentak, sambil menghadap sarana ritual yang diletakan diatas altar kayu. Nama-nama roh padi itu-pun disebut. Puluhan ekor ayam dan satu ekor babi di ikat pada tiang altar. Proses ritual ini disebut ngantar manta’, yang artinya hewan kurban seperti ayam dan babi masih dalam keadaan hidup.


Kemudian proses ritual selanjutnya adalah ngantar masak, dimana hewan kurban sudah disembelih, matang dengan dipanggang diatas bara api. Tubuh dan organ dalam seperti hati, empala dan jantung masih utuh. “Tidak boleh ada yang kurang sedikitpun, organ tubuh hewan kurban harus lengkap. Jika ada yang kurang panyangahatn tidak akan mau menerima sesaji itu, karena bisa menyebabkan petaka “madi” baik pada orang yang membacakan mantera maupun orang yang menyediakan peraga ritual tersebut,” ungkap Kornelius Beke’, salah satu panyangahatn.
Ngantar masak
Ada istilah lain dari prosesi ngantar masak, yaitu ba bagi, ba ongko’, basa mareatn makatn nang atakng. Yang artinya memberi makan roh nenek moyang sebagai bentuk penghargaan kepada roh yang telah dipanggil dan hadir ditempat ritual.
Hewan kurban dibakar, dipersembahkan pada roh leluhur

Makan bersama
Waktu sudah menunjukan pukul 13:10 menit. Rasa lapar mulai terasa, untung saja tak lama kemudian ritual selesai. Tibalah saat yang dinanti, yaitu acara makan bersama. Ayam dan babi yang dijadikan hewan kurban menjadi menu utama, meski tidak semua dihidangkan, karena satu paha kanan ayam harus diberikan pada panyangahatn, dan itu wajib, adat yang tidak boleh diubah. Begitu juga dengan babi, yang boleh dimakan secara bersama adalah sisa yang tidak dibagikan kepada panyangah dan tua tautn.


Tidak ada yang berubah dalam pelaksanaan ritual ini, semuanya sesuai dengan tata cara yang diwariskan oleh nenek moyang kami. Sarana-sarana ritualnya sama, dan lengkap karena itu sebagai syarat atau sarana untuk menghubungkan manusia dengan sang pencipta, dan roh nenek moyang kami. Begitu juga ketika ritual sudah selesai, kita harus makan bersama sebagai wujud kebersamaan dan syukur, jelas Ladin, tua tautn (kepala tahun) kampung Banta.

Tujuan Naek Dangeng tidak hanya memanggil roh padi, namun juga memohon pada Jubata (Tuhan) agar kampung aman, damai dan tenteram, terhindar dari segala penyakit. Menurut tua tautn, ritual ini juga termasuk upacara tolak bala. “Jika kita sudah selesai melakukan ritual, kita akan merasa lebih nyaman dan tenang. Dan harapan kita juga, agar kegiatan bertani lancar dengan hasil panen padi yang memuaskan,” katanya.

Dalam ritual itu, tentu ada pantangan. Orang yang diperbolehkan mengikuti ritual adalah orang yang bersih. Bersih dalam arti tidak ada anggota keluarga yang meninggal tujuh hari sebelum acara ritual dilangsungkan. Dan pantangan itu berlaku selama tiga tahun. Begitu juga dengan wanita yang lagi menstuarsi, dia tidak dibolehkan mengikuti ritual saat itu.

Ritual bapadah
Satu hari sebelum ritual, ada upacara khusus yang istilah Dayak setempat disebut baremah atau bapadah yang artinya memberitau kepada roh yang mendiami tempat itu, bahwa esoknya akan ada upacara ritual besar ditempat tersebut. Pada saat ritual bapadah, yang menyediakan sarana upacara adalah tua tautn.  
 
Tua tautn adalah orang yang dipercaya warga dan dipilih dengan cara musyawarah dengan pertimbangan, bahwa orang tersebut cakap, mengerti adat-istiadat dan dapat membawa rasi yang baik bagi kampung, khususnya hasil panen padi yang melimpah.
Dalam ritual itu tidak banyak melibatkan warga. Hanya beberapa orang saja, terdiri dari tua tautn, satu orang panyangahatn, dan satu orang pembantu. Sarana ritual juga tidak banyak, hanya dengan menyediakan roba palantar dan satu ekor ayam kampung.

1 komentar:

  1. Slots Casino: No Deposit Bonus, Free Spins for UK & Ireland
    Find 전라남도 출장안마 out about Slots Casino's 동두천 출장샵 2021 bonus code, free spins 과천 출장마사지 & more to start playing at the top UK and international 김제 출장마사지 casinos. Rating: 전라남도 출장안마 4.9 · ‎7 votes

    BalasHapus