Sabtu, 19 April 2014

Etnikprogresif Aliran Musik Bernuansa Dayak


Oleh: Tiberias Antonius Sutatian 
Ferdinan saat latihan persiapan pementasan
MUSIK adalah satu diantara seni yang paling digemari oleh semua kalangan, tetapi kesenangan seseorang mendengarkan dan memainkan alat musik terkadang tergantung pada aliran musiknya. Ada yang menyukai jenis musik tradisional, dan ada pula yang menyukai jenis musik modern.  
Pada dasarnya, musik bukan hanya sekedar media berekspresi dan hiburan semata. Musik dapat digunakan sebagai sarana pendidikan, sumber inspirasi dan bagian dari profesi. Pada zaman dahulu musik dijadikan sarana pemujaan/ritual oleh beberapa sub suku Dayak. Meski kini masih ada, namun di era modernisasi seperti sekarang, faham-faham dan ideologi tradisi itu mulai tergeser. Agar tidak terlupakan, berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan identitas itu, diantaranya dengan megkemasnya menjadi etnikprogresif, yaitu jenis aliran musik yang menggabungkan alat musik tradisional dan modern. Jenis aliran ini tak jauh beda dengan perkusi. 
Untuk mempelajari aliran etnikprogresif melalui proses panjang, teratur, disiplin, sabar dan melalui tahapan. Dimulai dari pemahaman musik tradisi hingga ke kreasi. Maka tak heran, jika sedikit anak muda yang mau menggandrungi jenis aliran musik tersebut atau membuat group, belum lagi jika ada pertimbangan soal pasar dunia musik (profit orientid)
Di Kalimantan Barat, kini hanya group Ngampar Bide yang mengusung aliran etnikprogresif. Jika pun ada yang lain, tak banyak yang mampu bertahan. Apalagi jika minim kreativitas dalam berkarya dan kurang berani ekplorasi semua jenis alat musik.
Group Ngampar Bide dibentuk dan di composer oleh seorang seniman muda alumnus ISI Yogyakarta, Ferdinan, S.Sn atau yang lebih dikenal dengan  sapaan Mbah Dinan. Mungkin karena pemahaman dan selalu ada ide baru, membuat group ini tetap bertahan. Beberapa kali pertunjukan sudah dilakoni oleh group musik yang satu ini, bahkan sering menjuarai event lokal.
Sebagai composer yang berasal dari Kalimantan Barat, Mbah Dinan memilih alat musik tradisional suku Dayak sebagai media untuk berkarya. Hasil karyanya pun terkadang  menghasilkan komposisi suara atau alunan  musik ritual etnik Dayak yang amat khas.
·      Sadar tak mampu bersaing
Meskipun Mbah Dinan sadar betul, bahwa penggemar musik tradisional saat ini sangat minim, tidak seperti penggemar musik modern. Tetapi Mbah Dinan tetap semangat berkarya untuk memperkenalkan dan melestarikan musik-musik tradisional suku Dayak. Berbagai upaya dilakukan,  terutama bereksperimen dengan menggabungakan alat musik tradisional suku Dayak dengan alat musik modern. “Hal itu dilakukan guna memperindah komposisi alunan suara yang dihasilkan, dan tentunya salah satu strategi untuk menarik perhatian pencinta musik, dengan tidak melepas akar budaya lokal. Ini sebagai wujud pelestarian budaya juga,” ungkap pria berusia 38 tahun ini.
Mempelajari etnikprogresif perlu kesabaran

Membentuk sebuah group musik bukanlah persoalan sulit bagi lulusan jurusan etnikmusikologi ini. Buktinya sudah banyak karya yang telah dipentaskan, yang lahir dari tangannya. Bukan hanya untuk wilayah Kalimantan Barat saja, namun sering juga mengadakan pertujukan musik diberbagai daerah luar pulau Kalimantan. Tentu hal ini merupakan hasil kreatifitas yang membanggakan karena telah memperkenalkan musik tradisional suku Dayak kepada orang luar.
“Terkadang hasil kreatifitas itu sangat tidak sebanding dari apa yang ditampilkan. Namun bagi kami para pelaku seni, dapat membuat orang lain senang, adalah kebahagian dan kesenangan juga buat kami. Ada nilai tersendiri disitu,” tuturnya fasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar