Oleh:
Tiberias Antonius Sutatian
ORANG
Dayak punya beragam cara membangun relasi, baik dengan Tuhan maupun dengan bangsa. Lihat saja, menjelang sehari perayaan Hari Proklamasi lalu, mereka menunjukan rasa nasionalisme mereka terhadap bangsa yang diperagakan melalui upacara adat ditempat keramat. Sejulah tokoh masyarakat di Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak
hadir memanjatkan doa di sebuah tempat yang disebut Panyugu.
![]() |
Beberapa tokoh masyarakat hadir dalam ritual |
Dalam
upacara ritual itu, mereka duduk berkeliling. Di tengah-tengah mereka terletak
perangkat ritual (roba palantar), lengkap dengan hewan kurban. Para pelaksana adat
bertugas membawakan doa, dan persiapkan peralatan lainnya. Mantera-mantera pun dibacakan sesuai
dengan kepercayaan tradisi. Nama-nama roh leluhur disebut dan dipanggil, agar hadir pada
acara ritual tersebut..
“Secara
religius, ritual ini untuk memohon kepada sang kuasa dan roh nenek moyang kami untuk
melindungi, menjaga dan mengawasi. Agar semua masyarakat yang hadir dalam
perayaan HUT RI nanti diberikan kesehatan serta keselamatan,” ungkap F. Yonas,
camat Menyuke, Jumat (16/8/2013) lalu.
Panyugu
yang terletak di desa Darit, Kecamatan
Menyuke itu bernama Sambilan Ansekng Landak. Artinya sembilan kekuatan Landak
ada di tempat itu, yang berasal dari daerah atau tempat berbeda, seperti
Raksagati di kampung Setolo, Ria di kampung Jarikng, Singa Gila di kampung
Mamek, Undok di kampung Bagak, Damang Sagala di kampung Batukng, Anjah di
Bamaya, Mamo di Bangawatn, Karat Aut di Sangoyekng, dan Tambak Baya di Satona’.
“Kita
harus tetap lestarikan adat istiadat budaya kita, dan menjaganya. Serta sebisa
mungkin memperbaiki beberapa bagian yang rusak, bersama masyarakat, dewan adat,
dan tentunya bantuan dari donatur lain. Hal ini agar Panyugu ini dapat menjadi tempat yang nyaman bagi masyarakat ketika
melakukan ritual,” kata Camat yang juga berasal dari Menyuke ini, usai ritual.
![]() |
Transformasi nasionalisme melalui adat-istiadat |
Ritual
unik ini telah menjadi identitas keberadaan mereka di bumi pertiwi. Sebagai
anak bangsa, sebelum perayaan HUT RI lalu, mereka menunjukan rasa
nasionalisme mereka dengan cara berbeda,
yaitu dengan mentransformasikan kecintaan terhadap bangsa melalui adat-istiadat
sesuai kepercayaan nenek moyang mereka, dan itu dilakukan setiap tahun, untuk menyampaikan
permohonan dan harapan agar negri ini berjaya, tentram, damai dan aman.
Keinginan
mereka untuk mempertahankan kepercayaan warisan nenek moyang juga masih amat terlihat.
Cara-cara lama sesuai adat budaya warisan leluhur masih tetap mereka pertahankan, dan terapkan. Mereka percaya bahwa ritual yang mereka lakukan akan mendatangkan kebaikan seperti yang
diharapkan. “Selain
bertujuan untuk memohon bangsa dan daerah kita tetap aman tenteram. Ritual ini
juga sebagai wujud, semangat pelestarian adat budaya kita yang kini perlahan mulai tergeser. Tentu ini juga dengan harapan, agar semua masyarakat
bisa mentaati dan menjaga tempat-tempat penyembahan kepercyaan nenek moyang. Ini adalah identitas kita sebagai orang
Dayak, penduduk asli Kalimantan, kalau ini hilang maka kita hanya akan menjadi catatan sejarah saja,” ungkap Ria Kambe’, salah satu pelaksana adat.
Berdasarkan
kepercayaan masyarakat suku Dayak Kanayatn. Panyugu
adalah salah satu tempat atau sarana penyembahan sakral. Bahkan hampir setiap Desa dan Kecamatan memiliki
sarana seperti itu. Namun bentuk dan ukurannya berbeda beda. Kini tempat-tempat
itu sudah banyak yang rusak karena dimakan usia. Bahkan ada yang dicuri dan di
jual kepada pengumpul benda kuno, yang kemudian di jual ke negri Jiran.
"Percayalah, orang yang mencuri benda-benda sakral atau keramat, usia hidupnya tidak akan panjang, dan hidupnya tidak diberkati, selalu dihadapkan dengan persoalan berat," pungkas Ria Kambe' mengingatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar