Oleh: Tiberias Antonius Sutatian
Maderem Pasem dan hasil karyanya |
ADA kisah tradisi masyarakat suku Dayak Kanayatn,
sebuah cerita rakyat tentang topeng menyeramkan yang diberi nama kalingkoet.
Para orang tua kerap menceritakan kisah itu kepada anak-anaknya yang masih
berusia dini. Tujuannya hanya satu, untuk menjaga anaknya agar tidak pergi atau
bermain jauh dari pekarangan rumah, apalagi saat malam hari tiba.
Biasanya, sehabis pulang dari ladang atau sawah,
para orang tua sudah cukup lelah untuk menjaga dan mengawasi anak-anaknya
bermain. Mereka mencari cara lain agar anak-anak tetap berada di rumah. Cerita
seram dipilih supaya anak-anak ketakutan. Dikemas dengan kisah yang
didramatisir dengan begitu apik, cerita topeng kalingkoet menjadi
andalan. Cerita Kalingkoet mampu membuat seorang anak kecil tidak
berani menginjakan kaki di atas tanah, meski itu hanya di halaman rumahnya
sendiri. Saat orang tua menyebut nama kalingkoet saja, biasanya langsung
membuat seorang anak merapat dan duduk di pangkuan ayah atau ibunya, hingga ia
terlelap tidur.
Topeng Kalingkoet |
Maderem Pasem, satu di antara seniman topeng
tradisi suku Dayak menceritakan, kisah itu hanya akal-akalan para orang tua,
untuk mengelabaui anak-anaknya agar tetap berada di rumah. “Bentuk atau wujud
topeng kalingkoet memang menyeramkan, tapi kalau dikatakan suka makan
anak kecil, itu hanya bumbu cerita saja,” jelasnya seraya tersenyum,
(11/2/2014). Pada tahun 80-an cerita itu masih populer di kalangan anak-anak.
Namun sekarang sudah tidak lagi.
Dalam silsilah topeng Dayak Kanayatn, Kalingkoet
adalah topeng tertua dan sakral. Bentuknya aneh dengan tambahan rambut atau
akar tumbuhan, terbuat dari berbagai jenis kayu. Kalingkoet digunakan
sebagai sarana dalam aktivitas kehidupan religius magis masyarakat Dayak
Kanayatn. Seperti ritual totokng (upacara memberi makan roh kepala
manusia yang dipenggal), upacara pengobatan“belenggang”, upacara
syukuran panen padi, sunatan, hingga upacara kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar