Minggu, 20 April 2014

Pandai Berbahasa Dayak, Bukan Berarti Dayak



Oleh: Tiberias Antonius Sutatian
Saat ini generasi muda Dayak umumnya tak peduli dengan kebudayaan dan identitas dirinya. Hal-hal yang datang dari luar lebih menarik perhatian mereka. Istha gelisah menghadapinya. Dia berharap dapat jadi motivator untuk mendobrak kondisi ini.

Bataraistha Lifani
Dengan tinggi  badan 173 cm, gadis berambut panjang dengan kulit langsat itu  nampak lebih menonjol ketimbang perempuan Asia umumnya. Bila pria  berbincang dengan dia, pasti akan betah karena ada banyak pengetahuan bakal dia tuturkan. Begitulah ciri umum seorang yang punya kebiasaan membaca. Kebiasaannya menari kentara sekali dalam tiap gerak tubuhnya.

Bataraistha Lifani, demikian nama lengkapnya, terbiasa dengan panggilan Istha. Kelahiran Pontianak, 1994 ini, selalu tampil sederhana saban harinya. Dia amat  cerdas, komunikatif dan punya prestasi yang membanggakan.

Sulung dari tiga bersaudara ini terpilih sebagai pemenang I Dara Edo’ (dara cantik) di Festival Budaya Binua Landak (FBBL) 2010. Lalu jadi pemenang Kategori Busana terbaik Festival Budaya Bumi Khatulistiwa (FBBK) 2011 di Pontianak, sebagai perwakilan Kabupaten Landak. Dia pun dinobatkan sebagai Duta Wisata Kabupaten Landak.

Di bangku pendidikan pun dia berprestasi. Kampus Universitas Tanjungpura (Untan) pada 2011 memberinya  Beasiswa Penuh Bidik Misi Outreaching Community Development. Tapi mengapa dia tertarik ikut kompetisi bidang pariwisata ini?

“Saya ingin menambah pengalaman dan wawasan, serta mengembangkan potensi bakat, kreativitas, kecerdasan, dan menjadi figur atau contoh para generasi muda, agar mau berperan dalam mempromosikan kekayaan seni, budaya dan pariwisata,” ungkap Istha, mahasiswi Untan, jurusan Pendidikan Sosiologi, semester empat, dalam sebuah kesempatan berbincang dengan penulis, Rabu (22/5/2013) di Pontianak.

Kesadaran Warga
Kemenangan itu menggugah dia untuk membantu Pemda  mempromosikan keanekaragaman kebudayaan daerah kepada masyarakat luar. Untuk mencapai keberhasilan promosi ini, ia sadar bahwa warga pun mesti ikut serta. Tugas mereka adalah menjaga budaya bersih, indah, dan tertib. Dan itu juga mencerminkan karakter masyarakat yang bermoral serta bermental baik.

Baginya, meraih prestasi bukan urusan gampang. Perlu perjuangan. Dalam perjalanannya  tak ada kata menyerah, terus berdoa, mencoba, belajar dari berbagai sumber media atau buku dan pengalaman orang lain. Masukan dan dan kritikan juga dapat membangun mental diri agar lebih siap. “Dukungan keluarga juga sangat penting, karena merekalah yang selalu menasehati, memotivasi, dan selalu mengingatkan saya agar bersyukur dan berdoa kepada Tuhan. Agar apa yang didapatkan boleh menjadi sesuatu hal yang baik dan berkenan bagi orang banyak,” katanya.

Istha bersyukur, sejauh ini apresiasi pemerintah daerah terhadapnya cukup baik, dengan melibatkannya dalam beberapa event untuk mempromosikan budaya dan potensi pariwisata yang ada di Landak. Seperti dengan mengikutsertakan dalam beberapa ajang pemilihan. Baginya, itu termasuk kebanggaan untuk boleh bersama-sama Pemda dalam menjalankan kegiatan wisata dan kebudayaan yang ada di Landak, meskipun hasilnya tidak memuaskan.

Istha dalam ajang FBBL

“Perkembangan wisata sendiri sangat belum optimal. Walaupun promosi sudah gencar kita lakukan sampai ke tingkat nasional. Mungkin salah satu faktor penyebabnya, karena beberapa tempat belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai, sehingga wisatawan enggan berkunjung,” tegas dia.

Kurang optimalnya perhatian Pemda dan akses informasi yang sulit dalam penanganan tempat wisata menjadi salah satu persoalan. Sehingga beberapa tempat tidak terawat dan bahkan ada yang tidak diketahui masyarakat. “Sebenarnya, untuk mengembangkan sistem pariwisata itu adalah  keuangan. Jika boleh, Pemda transparan terhadap anggaran yang ada, agar bisa merinci apa saja yang perlu dilakukan untuk pengelolaan wisata. Jika anggaran itu tidak memadai, kita dapat melakukan pembangunan itu secara bertahap. Saya yakin pariwisata kita akan berkembang jika itu dilakukan. Dan itu bisa memberikan kesempatan pada masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian mereka, melalui kunjungan wisatawan,” ungkapnya  menyarankan.

Dara cantik ini yakin bahwa untuk mengembangan dunia wisata itu harus melibatkan semua elemen. Termasuk generasi muda. Namun dalam pengamatannya, kondisi anak muda sekarang sangat memprihatinkan, terutama dari kalangan Dayak. Saat ini, mereka sudah tidak lagi mengenal dan peduli kebudayaan sendiri. Kebanyakan lebih tertarik pada hal-hal baru. Asyik dengan produk terbaru dari luar.

Bagi mereka, cukup dengan pandai berbahasa Dayak itu adalah generasi Dayak. Padahal, pemahaman budaya itu yang sangat penting, karena itu adalah asset peninggalan leluhur, harus dilestarikan dan dikembangkan. “Harapan saya, pemerintah dapat membuat suatu sanggar kabupaten, untuk membuat suatu ketertarikan. Agar generasi muda punya wadah menyalurkan minat dan bakat. Ajak mereka berpartisipasi dalam kegiatan daerah, ajarkan mereka berkarya dan mengenal budaya daerah sendiri.”

Sebagai duta wisata Landak, Istha akan terus berusaha menjalankan amanah yang dipercayakan kepadanya semaksimal mungkin. Dengan membawa nama Kalimantan Barat dan Dayak ke kancah nasional dan bahkan Internasional, dengan menargetkan ikut pemilihan Dara Gawai Dayak, Putri Pariwisata Kalbar, Dara Wisata Kalbar, Putri Pariwisata Indonesia, dan Putri Indonesia/Miss Indonesia perwakilan Kalbar. Tentu dengan kualitas yang dia miliki saat ini, itu mungkin tak hanya sekedar mimpi, tapi akan menjadi bentuk nyata.

Untuk membangkitkan kesadaran dan semangat juang orang muda Dayak, Istha bermimpi suatu saat bakal bisa jadi seorang motivator. Kelak atas usaha itu bakal membuat mereka dapat menjalankan peran dan fungsi di masyarakat. 
Semoga cita-cita itu terwujud Istha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar