Oleh:
Tiberias Antonius Sutatian
Saat
ini generasi muda Dayak umumnya tak peduli dengan kebudayaan dan identitas
dirinya. Hal-hal yang datang dari luar lebih menarik perhatian mereka. Istha
gelisah menghadapinya. Dia berharap dapat jadi motivator untuk mendobrak
kondisi ini.
Bataraistha Lifani |
Dengan
tinggi badan 173 cm, gadis berambut panjang dengan kulit langsat
itu nampak lebih menonjol ketimbang perempuan Asia umumnya. Bila
pria berbincang dengan dia, pasti akan betah karena ada banyak
pengetahuan bakal dia tuturkan. Begitulah ciri umum seorang yang punya kebiasaan
membaca. Kebiasaannya menari kentara sekali dalam tiap gerak tubuhnya.
Bataraistha Lifani,
demikian nama lengkapnya, terbiasa dengan panggilan Istha. Kelahiran
Pontianak, 1994 ini, selalu tampil sederhana saban harinya. Dia amat
cerdas, komunikatif dan punya prestasi yang membanggakan.
Sulung
dari tiga bersaudara ini terpilih sebagai pemenang I Dara Edo’ (dara cantik) di
Festival Budaya Binua Landak (FBBL) 2010. Lalu jadi pemenang Kategori Busana
terbaik Festival Budaya Bumi Khatulistiwa (FBBK) 2011 di Pontianak, sebagai
perwakilan Kabupaten Landak. Dia pun dinobatkan sebagai Duta Wisata Kabupaten
Landak.
Di
bangku pendidikan pun dia berprestasi. Kampus Universitas Tanjungpura
(Untan) pada 2011 memberinya Beasiswa Penuh Bidik Misi Outreaching
Community Development. Tapi mengapa dia tertarik ikut kompetisi bidang
pariwisata ini?
“Saya
ingin menambah pengalaman dan wawasan, serta mengembangkan potensi bakat,
kreativitas, kecerdasan, dan menjadi figur atau contoh para generasi muda, agar
mau berperan dalam mempromosikan kekayaan seni, budaya dan pariwisata,” ungkap
Istha, mahasiswi Untan, jurusan Pendidikan Sosiologi, semester empat, dalam sebuah
kesempatan berbincang dengan penulis, Rabu (22/5/2013) di Pontianak.
Kesadaran Warga
Kemenangan
itu menggugah dia untuk membantu Pemda mempromosikan keanekaragaman
kebudayaan daerah kepada masyarakat luar. Untuk mencapai keberhasilan promosi
ini, ia sadar bahwa warga pun mesti ikut serta. Tugas mereka adalah menjaga
budaya bersih, indah, dan tertib. Dan itu juga mencerminkan karakter masyarakat yang bermoral
serta bermental baik.
Baginya,
meraih prestasi bukan urusan gampang. Perlu perjuangan. Dalam
perjalanannya tak ada kata menyerah, terus berdoa, mencoba, belajar dari
berbagai sumber media atau buku dan pengalaman orang lain. Masukan dan dan
kritikan juga dapat membangun mental diri agar lebih siap. “Dukungan
keluarga juga sangat penting, karena merekalah yang selalu menasehati,
memotivasi, dan selalu mengingatkan saya agar bersyukur dan berdoa kepada
Tuhan. Agar apa yang didapatkan boleh menjadi sesuatu hal yang baik dan
berkenan bagi orang banyak,” katanya.
Istha
bersyukur, sejauh ini apresiasi pemerintah daerah terhadapnya cukup baik,
dengan melibatkannya dalam beberapa event untuk mempromosikan budaya dan
potensi pariwisata yang ada di Landak. Seperti dengan mengikutsertakan dalam
beberapa ajang pemilihan. Baginya, itu termasuk kebanggaan untuk boleh
bersama-sama Pemda dalam menjalankan kegiatan wisata dan kebudayaan yang ada di
Landak, meskipun hasilnya tidak memuaskan.
![]() | ||
Istha dalam ajang FBBL |
“Perkembangan
wisata sendiri sangat belum optimal. Walaupun promosi sudah gencar kita lakukan
sampai ke tingkat nasional. Mungkin salah satu faktor penyebabnya, karena
beberapa tempat belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai, sehingga
wisatawan enggan berkunjung,” tegas dia.
Kurang
optimalnya perhatian Pemda dan akses informasi yang sulit dalam penanganan
tempat wisata menjadi salah satu persoalan. Sehingga beberapa tempat tidak
terawat dan bahkan ada yang tidak diketahui masyarakat. “Sebenarnya,
untuk mengembangkan sistem pariwisata itu adalah keuangan. Jika boleh,
Pemda transparan terhadap anggaran yang ada, agar bisa merinci apa saja yang
perlu dilakukan untuk pengelolaan wisata. Jika anggaran itu tidak memadai, kita
dapat melakukan pembangunan itu secara bertahap. Saya yakin pariwisata kita
akan berkembang jika itu dilakukan. Dan itu bisa memberikan kesempatan pada
masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian mereka, melalui kunjungan
wisatawan,” ungkapnya menyarankan.
Dara
cantik ini yakin bahwa untuk mengembangan dunia wisata itu harus melibatkan
semua elemen. Termasuk generasi muda. Namun dalam pengamatannya, kondisi anak
muda sekarang sangat memprihatinkan, terutama dari kalangan Dayak. Saat ini,
mereka sudah tidak lagi mengenal dan peduli kebudayaan sendiri. Kebanyakan
lebih tertarik pada hal-hal baru. Asyik dengan produk terbaru dari luar.
Bagi mereka, cukup dengan pandai berbahasa Dayak
itu adalah generasi Dayak. Padahal,
pemahaman budaya itu yang sangat penting, karena itu adalah asset peninggalan
leluhur, harus dilestarikan dan dikembangkan. “Harapan saya, pemerintah dapat
membuat suatu sanggar kabupaten, untuk membuat suatu ketertarikan. Agar
generasi muda punya wadah menyalurkan minat dan bakat. Ajak mereka
berpartisipasi dalam kegiatan daerah, ajarkan mereka berkarya dan mengenal
budaya daerah sendiri.”
Sebagai
duta wisata Landak, Istha akan terus berusaha menjalankan amanah yang
dipercayakan kepadanya semaksimal mungkin. Dengan membawa nama Kalimantan Barat
dan Dayak ke kancah nasional dan bahkan Internasional, dengan menargetkan ikut
pemilihan Dara Gawai Dayak, Putri Pariwisata Kalbar, Dara Wisata Kalbar, Putri
Pariwisata Indonesia, dan Putri Indonesia/Miss Indonesia perwakilan Kalbar.
Tentu dengan kualitas yang dia miliki saat ini, itu mungkin tak hanya sekedar
mimpi, tapi akan menjadi bentuk nyata.
Untuk
membangkitkan kesadaran dan semangat juang orang muda Dayak, Istha bermimpi
suatu saat bakal bisa jadi seorang motivator. Kelak atas usaha itu bakal
membuat mereka dapat menjalankan peran dan fungsi di masyarakat.
Semoga
cita-cita itu terwujud Istha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar