Senin, 28 April 2014

Pertahankan Budaya Dayak Lewat Kuas


Oleh: Tiberias Antonius Sutatian
Ojen! Begitu ia disapa. Daya kreatifnya tak habis-habisnya. Dengan kuas dia tuangkan daya kreatifnya itu, lalu lahirlah aneka lukisan bernuansa kebudayaan Dayak. Tujuannya, melestarikan kearifan lokal dalam bentuk dua dimensi.

Berkarya lestarikan budaya Dayak
Anak keenam dari sepuluh bersaudara ini adalah putra dari seorang tokoh Dayak Kalimantan Barat, Palaunsoeka, yaitu tokoh Dayak yang pernah menjabat sebagai anggota konstituante di era Soekarno. Dia sudah menggeluti dunia lukis sejak usia dini. “Saya mengenal seni rupa sejak SD, mulai tertarik dan intensnya saat duduk dibangku SMP, sekitar tahun 1974. Dan karya saya pernah dipamerkan di Jakarta ketika sudah tamat SMP,” ungkap pria kelahiran 1960 silam ini.

Menurut Ojen, tingkat kesulitan dalam berkarya itu terletak pada imajinasi, intuisi, angle yang pas. Karena dengan itulah sesuatu yang digambar menarik. “Persoalan teknis itu bisa dipelajari, baik itu dari warna, anatomi dan lainnya. Tapi kalau imajinasi tidak bisa dipelajari karena itu menyangkut daya hayal seseorang, dan itu juga yang membedakan karakteristik seseorang dengan orang lain,” jelasnya fasih.

Ketertarikannya memilih tema budaya Dayak sebagai landasan berkarya sangat terlihat dengan jelas dan tegas. “Akar saya adalah Dayak, jadi harus tonjolkan budaya sendiri. Baik yang bersifat tradisional, mistis, legenda dan ornamen, itu adalah sumber ide saya. Saya orang Dayak, kalau bukan saya siapa lagi? Jika yang melukis tentang Dayak adalah orang Dayak, tentu hasilnya lebih menarik karena jiwanya ada di situ. Kalau yang melukis tentang Dayak bukan Dayak, sehebat apapun dia, tidak akan ketemu jiwa atau roh Dayak pada lukisan yang dia hasilkan,” kata Ojen.

Konsep tradisional digabungkannya dengan pola optik dekoratif (permainan warna, gaya yang mengaburkan objek utama) dan pointilis. Namun pada hasil karyanya kini, identitas ke-Dayak-kan lebih mendominasi ketimbang unsur lain, seperti gaya modern, meski dia sendiri pernah menggeluti aliran pop art dan surealis. Kecintaannya pada kebudayaan Dayak tak terbantahkan lagi. Keinginannya untuk terus melestarikan budaya Dayak melalu seni rupa selalu dia munculkan dalam setiap karyanya. Menurutnya, itu adalah identitas yang harus dipertahankan.

Kegiatan Ojen bukan hanya melukis saja. Dia membina 43 sanggar di sekretariat bersama kesenian daerah (sekberkesda) Pontianak sejak tahun 1985, baik seni rupa, tari, teater dan musik. Dan dia juga Dewan kesenian Kalbar.

Aneka Apresiasi
Ojen adalah seniman berprestasi yang dimiliki Kalbar. Dia pernah mendapatkan penghargaan Pekan Cipta Seni Musik Tradisional tahun 1991 di Jakarta, dan penghargaan dari gubernur Kalimantan Barat, Aspar Aswin, sebagai seniman daerah pada tahun 1997 di Pontianak. “Saya banyak mendapatkan piagam untuk bidang kesenian. Saya tidak tau apakah piagam itu termasuk prestasi atau bukan,” katanya tersenyum lirih.

Dia mulai berpameran di Jakarta dari tahun 1976, berlanjut pada tahun 1982, 1997, 2010, 2011. Di Yogyakarta pada tahun 1980, di Pontianak dari tahun 1986 hingga 2012, Sanggau 1989, Singkawang 1990, Mempawah 1991, Malaysia 1992, Palu-Sulteng 2005.

Meski banyak prestasi, tidak ada apresiasi khusus yang diterimanya dari tokoh Dayak atau pemerintah daerah yang berkuasa saat ini. “Saya tidak tahu juga. Yang jelas orang Dayak tidak pernah menghargai apa yang saya buat. Jangankan dicalonkan untuk mendapatkan penghargaan untuk tingkat nasional, tingkat daerah saja tidak pernah. Kalau mengharapkan dari tokoh Dayak susah. Dan saya juga tidak berharap,” tambahnya sambil tertawa kecil.

Dia melihat generasi Dayak saat ini sudah cukup banyak terjun ke dunia seni tradisi, terutama seni tari dan musik. “Pelaku untuk seni lukis masih sangat sedikit, mungkin bagi mereka itu bukan jalan hidup yang pas untuk dijalani. Saya dulu juga pernah ditentang oleh almarhum ayah saya. Beliau bilang coba kamu jangan melukislah, coba kamu kuliah saja. Saya kuliah manajemen itu karena dipaksa agar jangan sampai saya melukis dan menjadikannya sebagai jalan hidup, karena dianggap tidak memiliki masadepan, uang yang didapat tidak menentu, hidupnya awut-awutan.” Pelaku seni (seniman) adalah orang yang sabar, halus dan lembut, mudah bergaul, gampang masuk disemua lapisan masyarakat. 

Kepedulian Ojen pada pelaku seni di Kalbar amat kentara. Beberapa tahun lalu dia pernah membawa perupa muda, untuk ikut pameran di Taman Mini. Yang membanggakan, lukisan perupa muda itu kini menjadi koleksi Galeri Nasional (Galnas).

Di akhir obrolan ringan, pemilik nama lengkap Eugene Yohanes Palaunsoeka ini berpesan, “Banggalah menjadi orang Dayak, galilah budaya kita, karena itu adalah identitas dan aset berharga. Tetaplah berkarya seperti layaknya pelaku seni. Tidak diakui di tanah sendiri, di tanah orang bisa diakui.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar