Oleh: Tiberias Antonius Sutatian
Ojen! Begitu ia disapa. Daya kreatifnya tak habis-habisnya.
Dengan kuas dia tuangkan daya kreatifnya itu, lalu lahirlah aneka lukisan bernuansa
kebudayaan Dayak. Tujuannya, melestarikan kearifan lokal
dalam bentuk dua
dimensi.
Berkarya lestarikan budaya Dayak |
Anak
keenam dari sepuluh bersaudara ini adalah putra dari seorang tokoh Dayak
Kalimantan Barat, Palaunsoeka, yaitu tokoh Dayak yang pernah menjabat
sebagai anggota konstituante di era Soekarno. Dia sudah menggeluti dunia lukis
sejak usia dini. “Saya mengenal seni rupa sejak SD, mulai tertarik dan
intensnya saat duduk
dibangku SMP,
sekitar tahun 1974. Dan karya saya pernah dipamerkan di Jakarta ketika sudah
tamat SMP,” ungkap pria kelahiran 1960 silam ini.
Menurut
Ojen, tingkat kesulitan dalam berkarya
itu terletak pada imajinasi, intuisi, angle yang pas. Karena dengan itulah sesuatu yang digambar menarik. “Persoalan teknis itu bisa dipelajari, baik itu dari warna, anatomi dan lainnya.
Tapi kalau imajinasi tidak bisa
dipelajari karena itu menyangkut daya hayal seseorang, dan itu juga yang
membedakan karakteristik seseorang dengan orang lain,” jelasnya fasih.
Ketertarikannya
memilih tema budaya Dayak sebagai landasan berkarya sangat terlihat dengan
jelas dan tegas. “Akar saya adalah Dayak, jadi harus tonjolkan budaya sendiri.
Baik yang bersifat tradisional, mistis, legenda dan ornamen, itu adalah sumber
ide saya. Saya orang Dayak, kalau bukan saya siapa lagi? Jika yang melukis
tentang Dayak adalah orang Dayak, tentu hasilnya lebih menarik karena jiwanya ada di situ. Kalau yang melukis tentang Dayak bukan Dayak, sehebat
apapun dia, tidak akan ketemu jiwa atau roh Dayak pada lukisan yang dia hasilkan,” kata Ojen.
Konsep
tradisional digabungkannya dengan pola optik dekoratif (permainan warna, gaya
yang mengaburkan objek utama) dan pointilis. Namun pada hasil karyanya kini, identitas ke-Dayak-kan lebih mendominasi ketimbang unsur lain, seperti gaya
modern, meski dia sendiri pernah menggeluti aliran
pop art dan surealis. Kecintaannya
pada kebudayaan Dayak tak terbantahkan lagi. Keinginannya untuk terus
melestarikan budaya Dayak melalu seni rupa selalu dia
munculkan dalam setiap karyanya. Menurutnya, itu adalah identitas yang harus
dipertahankan.
Kegiatan
Ojen bukan hanya melukis saja. Dia membina 43 sanggar di sekretariat bersama kesenian
daerah (sekberkesda) Pontianak sejak tahun 1985, baik seni rupa, tari, teater
dan musik. Dan dia juga
Dewan kesenian Kalbar.
Aneka
Apresiasi
Ojen
adalah seniman berprestasi yang dimiliki Kalbar. Dia pernah mendapatkan
penghargaan Pekan Cipta Seni Musik Tradisional tahun 1991 di Jakarta, dan
penghargaan dari gubernur Kalimantan Barat, Aspar Aswin, sebagai seniman daerah
pada tahun 1997 di Pontianak. “Saya banyak mendapatkan piagam untuk bidang
kesenian. Saya tidak tau apakah piagam itu termasuk prestasi atau bukan,”
katanya tersenyum lirih.
Dia
mulai berpameran di Jakarta dari tahun 1976, berlanjut pada tahun 1982, 1997,
2010, 2011. Di Yogyakarta pada tahun 1980, di Pontianak
dari tahun 1986 hingga 2012,
Sanggau 1989, Singkawang 1990, Mempawah 1991, Malaysia 1992, Palu-Sulteng 2005.
Meski
banyak prestasi, tidak ada apresiasi khusus yang diterimanya dari tokoh Dayak atau pemerintah daerah yang berkuasa saat ini. “Saya tidak tahu juga. Yang jelas
orang Dayak tidak pernah menghargai apa yang saya buat. Jangankan dicalonkan
untuk mendapatkan penghargaan untuk tingkat nasional, tingkat daerah saja tidak
pernah. Kalau mengharapkan dari tokoh Dayak susah. Dan saya juga tidak
berharap,” tambahnya sambil tertawa kecil.
Dia
melihat generasi Dayak saat ini sudah cukup banyak terjun ke dunia seni tradisi, terutama seni
tari dan musik. “Pelaku
untuk seni lukis masih sangat sedikit, mungkin bagi mereka itu bukan jalan
hidup yang pas untuk
dijalani. Saya dulu juga pernah ditentang oleh almarhum ayah saya. Beliau bilang coba kamu
jangan melukislah, coba kamu kuliah saja.
Saya kuliah manajemen itu karena dipaksa agar jangan sampai saya melukis dan
menjadikannya sebagai jalan hidup, karena dianggap tidak memiliki masadepan, uang yang
didapat tidak menentu, hidupnya awut-awutan.” Pelaku seni (seniman) adalah
orang yang sabar, halus dan lembut, mudah bergaul, gampang masuk disemua
lapisan masyarakat.
Kepedulian Ojen pada pelaku seni di Kalbar amat kentara. Beberapa tahun lalu dia pernah membawa perupa muda, untuk ikut pameran di Taman
Mini. Yang membanggakan, lukisan perupa muda itu kini menjadi koleksi Galeri Nasional (Galnas).
Di
akhir obrolan ringan, pemilik nama lengkap Eugene Yohanes Palaunsoeka ini
berpesan, “Banggalah menjadi orang Dayak, galilah budaya kita, karena itu
adalah identitas dan aset berharga. Tetaplah berkarya seperti layaknya pelaku seni. Tidak diakui di tanah sendiri, di
tanah orang bisa diakui.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar